hantu penuh kemarahn

Sobat pecinta horor dan supranatural, kembali lagi dengan artikel kami kali ini yang akan melanjutkan cerita di artikel sebelumnya mengenai penunggu di sebuah rumah kontrakan. Karena certianya agak panjang maka kami membuat tulisannya menjadi dua bagian. Dan ini lah kelanjutan dari cerita yang di maksud.

Sebelumnya, aku terbangun di tengah malam buta mendengar suara buku yang di bolak balik halamannya, kemudian pada saat aku membuka mata suara itu menghilang, kemudian aku lanjut ke toilet dan kembali terdengar lagi suara itu, dan tepat sekembalinya aku dari toilet suara itu menghilang lagi. Akhirnya pada esok hari nya aku mulai menceritakan pada ibu sepulang dari sekolah. Ibu berkata bahwa aku ini hanya berkhayal saja dan mencoba menakut nakuti. Tidak puas aku pun mencari adikku. Ia mengatakan kalau ia pernah merasakan hal yang sama di beberapa malam sebelumnya, tapi ia tidak terlalu mempedulikannya karena ia pikir itu diriku. Aku tidak berani membicarakan hal ini kepada ayahku karena dia memang sulit untuk di ajak bicara dan mudah beremosi.

Kejanggalan seperti suara halaman buku di balik balik di tengah malam, kemudian aku yang sering salah membawa buku pelajaran sekolah yang tidak sesuai hari dan jadwalnya pun terus berulang ulang. Aku sudah mulai terbiasa dengan hal itu selama 3 bulan terakhir menghuni rumah kontrakan baru kami. Aku pun sudah tidak terlalu memikirkannya sampai suatu malam aku terbangun di tengah tidurku dan melihat sesosok manusia berdiri di depan pintu kamar melihat kearahku. Sulit bagiku untuk melihat wajahnya karean kurangnya pencahayaan, hal itu terus terang membuatku keringat dingin karena orang itu sangat jelas, aku tetap menutup mataku sambil mengintip, tapi bayangan itu tidak mau beranjak. Aku bisa melihat postur tubuhnya ini seperti adikku yang masih duduk di bangku SMP.

Setelah sekian lama menunggu bayang itu tidak kabur sehingga aku merasa ada rasa kesal bercampur takut. Lalu aku mencoba bangkit dari kasur dan duduk untuk melihat apakah ia akan menghilang. Tapi ia tetap disana, pingin rasanya aku berteriiak tapi jika aku melakukannya aku akan terlihat lemah dan ia pasti akan lebih mengangguku, itulah yang aku pikirkan. Lalu kucoba untuk berdiri mendekatinya, tapi sosok di depan pintu itu beranjak sedikitpun seperti menentangku. Pikirku sudah sangat kesal, dan mungkin ini adalah momen paling berani dalam hidupku, aku berjalan dengan tegas menuju sosok tersebut, dan menatap langsung ke wajahnya. Entah kengerian seperti apa yang ku dapatkan setelah melihat wajahnya yang tidak berekspresi dengan kedua matanya menatapku balik. Ia tak bergerak, tak bersuara, tak berekspresi.

Semakin lama kutatap semakin besar rasa ketakutan tumbuh dalam diriku, ingin rasanya ku meninju sosok itu, tapi pikiranku tidak baik melakukan itu, dan bagaiman jika ia membalasku, maka matilah aku. Kepalaku terus di penuhi dengan spekulasi apa yang harus kulakukan sampai aku terbangun dari tidur, menemukan baju tidurku sudah cukup basah kuyub dengan keringat. Aku sungguh tidak percaya apakah aku bermimpi atau itu nyata. Jika itu sebuah mimpi maka apa yang kualami terasa begitu nyata, tapi dalam hati kecilku ingin percaya bahwa itu hanyalah mimpi saja.

Pikiranku sangat tidak tenang setiap harinya, aku selalu berpikir apa yang harus kulakukan, haruskah aku memberitahu ibu lagi, atau langsung aku mendatangi ayah. Mereka pasti akan bilang kalau aku bermimpi lagi. Semua hal ini aku ceritakan pada sahabatku Indra yang hanya bisa bersimpati saja atas apa yang kurasakan. Meski begitu indra terus memintaku untuk lebih mendesak orang tuaku untuk memberitahukan semuanya. Tapi aku tidak bisa melakukan hal ini mengingat bayang bayang akan di acuhkan lagi. Dan ya, malam malam berikutnya, aku harus bilang mengalami setidaknya seminggu sekali mendapati sosok yang berdiri di depan pintu kamarku meski suara dari halaman buku yang di balik balik dan aku tidak pernah salah membawa buku lagi.

Perngalaman yang seperti mimpi dan seperti nyata ini terus menghampiriku. Tapi aku yakin ini adalah batasku, aku mungkin bisa terbiasa dengan suara halaman buku di balik tapi aku tidak akan bisa membiasakan diri menemukan sosok yang menatapku tidur. Semua itu berlangsung hingga suatu hari jari ayahku terluka sangat dalam saat dia menggergaji sebuah kayu di belakang rumah. Ayahku langsung ngamuk dan berteriak teriak histeris dan membuat diriku yang duduk di ruang dapur takut. Makian itu sepertinya di tujukan bukan untuk salah satu anggota keluarganya. Ia terus mengutuk dan berteriak walah darah dari jarinya terus ngucur sampai adikku terjatuh dari tangga saat turun dari loteng.

Setelah itu ayah ibu membawa aku dan adikku mencari orang pintar, sampai disana aku baru tahu yang sebenarnya terjadi. Disana ayahku mulai ceritakan ia sering melihat bayangan seklibat yang lewat selama ini. Kadang ayah juga suka di jahilin seperti ia tidak bisa membuka pintu kamar mandi setelah selesai mandi. Ibuku sendiri ternyata sudah cukup sering jarinya merasakan keanehan yang terjadi di sekitar rumah seperti barang barang yang bisa pindah tempat dari biasanya hingga beberapa kali jarinya teriris pisu saat menyiapkan makanan. Adikku sendiri lah yang mungkin paling tidak begitu di ganggu atau memang adikku sendiri ini termsuk orang yang sangat cuek, ia tidak begitu terpengaruh dengan keadaan sekitar. Ayah dan ibu mengaku kalau mereka tidak mau membicarakan hal ini pada kami karena tidak ingin membuat anak anaknya takut.

Setelah menceritakan kejadiannya, ayahku meminta bantuan orang pintar ini untuk mencoba menenangkan atau bahkan mengusir penunggu di rumah kami. Tapi ia berdiam sesaat dan bilang akan mencoba memperhitungkannya. Aku tak tahu apa yang ia lakukan, setelah beberapa saat ia membuka mata dan melihat ke kami. Ia bilang lebih baik pindah rumah saja. Ayahku protes, kontrakan rumah kami masih ada setengah tahun lebih. Orang pintar ini kemudian lanjut, ya kalau sayang kontrakan ya tahan tahan saja di ganggu.

Lebih lanjut orang pintar ini mengatakan bahwa penunggu rumah penuh dengan kebencian, ia juga tak yakin sanggup mengusirnya atau ngak. Dan jika tidak berhasil, maka itu hanya akan membuat penunggu di tempat tersebut lebih marah lagi. Mendengar hal itu kami pun sekeluarga pindah dari rumah itu sekitar 2 minggu kemudian.